JAKARTA, 2 Desember 2025 – Bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang menelan ratusan korban jiwa telah memicu kontroversi publik yang meluas. Pemicu utamanya adalah temuan ribuan gelondongan kayu yang hanyut terseret air bah, yang menguatkan dugaan adanya praktik deforestasi dan pembalakan liar (illegal logging) di kawasan hulu.
Bantahan Awal dan Klarifikasi Kemenhut
Awalnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menduga bahwa sebagian besar kayu yang terbawa arus berasal dari pohon yang tumbang di kawasan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) di Areal Penggunaan Lain (APL) yang terlanda longsor, bukan semata-mata hasil pembalakan liar.
Namun, pernyataan ini segera menuai kritik dari masyarakat dan organisasi lingkungan yang menuding Kemenhut berupaya mengalihkan isu. Menanggapi tekanan publik, Kemenhut akhirnya mengeluarkan klarifikasi.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa penjelasannya tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir. Kemenhut menyatakan telah dan sedang menelusuri sumber-sumber kayu tersebut dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap menjadi target penindakan.
Tekanan Kuat dari Pakar dan DPR
Perdebatan ini diperkuat oleh pakar lingkungan dan anggota DPR yang menuntut tindakan lebih tegas.
Pakar UGM dan ITB: Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sepakat bahwa banjir bandang dengan material lumpur dan kayu gelondongan adalah bukti nyata kerusakan ekosistem di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Mereka menegaskan bahwa alih fungsi lahan menjadi perkebunan intensif, seperti kelapa sawit, dan aktivitas pertambangan telah menghilangkan fungsi hutan sebagai penahan air, memperparah dampak hujan ekstrem.
Tudingan WALHI: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara spesifik menyoroti aktivitas perusahaan di kawasan seperti Batang Toru, Sumatera Utara, yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan hutan yang memicu bencana.
Desakan DPR: Komisi IV DPR RI, mitra Kemenhut, mendesak pemerintah untuk segera membentuk tim investigasi yang transparan. Anggota DPR menekankan bahwa pengusutan tuntas terhadap asal-usul kayu ini sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penegakan hukum kehutanan.
Tindakan Pencegahan Darurat
Sebagai langkah darurat, Kemenhut mengumumkan telah melakukan moratorium layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPuHH) untuk tata usaha kayu di PHAT di APL. Langkah ini diambil untuk mencegah penggunaan skema tersebut sebagai jalur 'pencucian kayu ilegal' yang berasal dari pembalakan liar di kawasan hutan.
Pemerintah kini berada di bawah pengawasan ketat untuk membuktikan komitmennya dalam tidak hanya fokus pada penanganan korban, tetapi juga mengatasi akar masalah bencana ekologis di Sumatera.
[Sumber: Liputan6, DetikFinance, Tempo, Antara News, UGM, Suara]
#BanjirSumatera #KontroversiBanjir #KerusakanHutan #PembalakanLiar #IllegalLogging #BencanaEkologis #Kemenhut #SaveOurForest

Komentar
Posting Komentar